Miing Apresiasi Petani Sayur Organik Dari Siantar

Miing Apresiasi Petani Sayur Organik Dari Siantar
Dedi 'Miing' Gumelar

MONDE--Mengkonsumsi pangan yang bersumber dari pertanian organik manfaat ekologisnya lebih bagus ketimbang anorganik, serta dapat terhindar dari dampak kesehatan yang disebabkan residu pestisida.

Hal itu dikatakan mantan Anggota DPR RI, Dedi 'Miing' Gumelar, di web seminar Inspirasi Bisnis ke-36 yang digelar Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani), Rabu (25/8/2021).

"Ayo kembali ke produk pertanian organik. Selain menyehatkan, tidak terkontaminasi zat-zat kimia," ucap Miing.

Menurutnya, pertanian organik bukan hal baru, tapi telah dilakukan oleh orangtua jaman dahulu. "Saat kelas dua SD saya sudah diajarkan bertani dan berhuma, tanpa memakai pestisida. Cukup disiram air dan ditaburi kotoran hewan," ungkap pentolan grup lawak Bagito ini.

Dijelaskan Miing, sistem pertanian di Indonesia mengalami perubahan secara fundamental pada tahun 70-an. Modernisasi budidaya pertanian tersebut dikenal dengan sebutan Revolusi Hijau. Saat itu petani mulai dikenalkan dengan alat pertanian cangggih, cara bertani model baru, termasuk mengenalkan pupuk buatan, pestisida, dan bibit unggul.

"Saat itu Indonesia memang berhasil swasembada beras. Tapi dampaknya (revolusi hijau) dirasakan hingga sekarang. Kondisi lingkungan berubah, dan para petani menjadi ketergantungan dengan zat-zat kimia," ujar Miing.

Di hadapan peserta webinar yang didominasi para petani, Miing menegaskan perlunya kembali ke cara lama atau sistem pertanian organik, agar tidak berdampak buruk terhadap ekosistem pertanian dan kesehatan.

Miing pun mengaku senang di webinar Intani yang dipandu Ila Failani menghadirkan petani sayuran organik, yaitu Apni Olivia Naibaho, perempuan Pematang Siantar, Sumatera Utara.

"Saya apresiasi Kak Apni. Jarang orang seperti dia, dari kota besar balik ke kampung halamannya untuk membangun di sektor pertanian. Yang membanggakan dia fokus menjadi petani tanaman organik," kata Miing.

Menurutnya, Apni Olivia adalah sosok perubahan di wilayah Siantar. Meski tidak memegang cangkul, namun Apni dapat mengubah cara pandang tentang pertanian, serta telaten dan sabar mengajari orang-orang di sekitarnya.

Miing mengibaratkan sosok Apni seperti revolusi digital, yang juga mengubah cara dan perilaku seseorang, "Dulu rasa malunya tinggi, kini menjadi rendah malunya. Ibu-ibu di Tiktok gak malu lagi (berjoget)," ujarnya.

Apni Olivia pun demikian, seperti revolusi digital. Dia dapat mengubah cara dan prilaku seseorang. "Dari petani biasa, kini banyak warga yang menjadi petani organik. Dia berhasil mengajak warga untuk kembali ke pola tanam masa lampau, yang menyehatkan dan tidak merusak," pungkas Miing.

Kearifan Lokal

Tak hanya Miing, Ketua Umum Intani Guntur Subagja juga merespons positif upaya Apni Olivia Naibaho yang membudiyakan pertanian berbasis organik di kampung halamannya, Pematang Siantar.

Menurutnya, di sektor pertanian tidak mudah mengubah mindset, karena hasilnya tidak bisa langsung dirasakan. Begitu pula mengalihkan sistem konvensional ke organik yang memerlukan waktu cukup lama, bisa mencapai 2 tahun atau lebih.

"Upaya yang dilakukan Kak Apni Olivia merupakan langkah besar. Tidak semua orang bisa membina petani secara telaten dan mengajak masyarakat untuk pindah ke sistem lama atau ke budaya nasional yang basis taninya dari alam, yaitu organik," ujar Guntur Subagja yang juga Asisten Staf Khusus Wakil Presiden RI.

Dia menambahkan, budidaya pertanian organik juga memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang tinggi. Bisa saling terkait dengan pertanian lainnya, integrated farming system atau integrasi antara pertanian, perikanan dan peternakan dalam satu kawasan.

"Petani bisa lebih menghasilkan, karena tidak hanya mendapatkan dari hasil pertaniannya, tetapi juga dari ekosistem yang dibangunnya. Jika butuh pupuk organik tidak perlu membeli, karena bisa beternak hewan di kawasan tersebut, seperti ternak sapi, kambing, ayam, dan ternak ikan," kata Guntur.

Mengenai sertifikasi atau pelabelan organik yang dibutuhkan Apni Olivia, Guntur Subagja menjelaskan bahwa proses penilaiannya tidak hanya di satu kawasan saja, mencakup pula lingkungan sekitarnya.

"(dari hulu) sumber airnya juga harus organik, tidak terpapar zat kimia. Tapi jangan terjebak kepada aspek legalitas semata. Yang terpenting Kak Apni sudah menjalankan sistem pertanian alami. Ini sangat luar biasa," demikian Guntur Subagja.(amr)