Kopi Pagi di Penghujung Tahun 2024

Sampah memang PR Pemerintah Kota Depok yang belum mendapatkan penanganan secara serius.

Kopi Pagi di Penghujung Tahun 2024
Seruput kopi pagi di kediaman Supian Suri, Wali Kota Depok Terpilih periode 2025-2030.
  • Suryansyah: Pemred Monitor Depok
     

MONDE - Duduk di pendopo rumah Supian Suri menyejukan hati. Ditemani jajanan pasar- pastel, kue pelangi, bolu kukus, onde-onde dan lainnya-- menambah nikmat seruput kopi pagi.

"Rumah ini sudah tua perlu dipoles lagi," kata Supian Suri, Wali Kota Depok Terpilih periode 2025-2030 membuka obrolan.

Rumah Kebaya atau rumah adat Betawi itu terlihat masih berdiri kokoh. Ukiran kayu yang membentengi bagian depan rumah menjadi ciri khas budaya betawi.

Supian Suri- yang juga mantan Sekda Kota Depok- menerima saya, Hermansyah dan Muhamad Amjad- Minggu (31/12) di kediamannya, wilayah Cilodong. Pagi di penghujung tahun 2024.

Kami duduk di Pendopo atau teras- seberang rumah panggung-  yang dilengkapi dengan tempat duduk juga amben atau tempat rebahan. Mata saya sesekali merekam pemandangan yang benar-benar klasik dan menarik.

Kami sekadar menikmati kentalnya kopi pagi. Kami bertiga-- wartawan DNA olahraga-- yang menjunjung sportivitas. Kecuali Hermansyah yang merangkap sebagai 'ajudan' Mochamad Iriawan atau Iwan Bule - Wakil Ketua Pembina Partai Gerindra.

Kami bicara dengan hati, cinta, dan ketulusan. Tanpa harus melukai orang, meski mereka tak satu frekuensi. Tanpa harus mencaci atau menghujat sana-sini.

Tapi, kami juga tak mengupas soal timnas Indonesia yang mendekati gerbang Piala Dunia 2026. Tidak juga menyentuh Megawati Hangestri-- pemain voli asal Jember, Jawa Timur-- yang meroket di Liga Voli Korea. Pun tak mengulik riuh politik yang bikin penat. Tidak menyinggung partai biru atau coklat yang heboh di media sosial.

Obrolan kami diawali dengan yang ringan-ringan saja. Semata bentuk kepekaan kami sebagai warga Depok. Kami mencoba menggiring obrolan seputar Depok. Lingkungan tempat kami tinggal. Terutama soal sampah. 

Hermansyah mengklaim pengelolaan sampah di lingkungannya. Sampah organik dan non-organik dijadikan satu tempat. Tidak dipilah.

Saya menggoda kawan saya, tapi tidak menyayat hati. Perumahan elite sekelas Grand Depok City (GDC) masa sampah organik dan non-organik dijadikan satu tempat. Di lingkungan saya-- pinggiran Depok- sudah bertahun-tahun sampah organik dan non-organik dipisahkan pembuangannya.

Disini, saya menyimpulkan belum ada keseragaman di Kota Depok dalam menangani sampah. Perlu blue print khusus sampah agar Kota Depok menjadi kota bersih dan sehat warganya.

Candaan itu disampaikan Hermansyah ke Supian Suri. Wali Kota Depok terpilih itu hanya tersenyum. Saya bisa meraba makna senyumnua.

Ia paham situasi yang terjadi hari ini. Karena sampah jadi bagian dari paket perubahan yang diusungnya pada Pilkada 2024 lalu bersama Chandra Ramansyah, wakilnya dari Partai PKB.

Sejurus kemudian dengan sat-set Hermansyah mengeluarkan laptop. Ia membeberkan konsep pemilahan sampah. Bahkan bisa dijadikan bahan bakar atau Refused Derived Fuel (RDF).

Supian Suri tampak serius mencermati.  Mantan Sekda Kota Depok itu menganggukan kepala. Tak perlu lama-lama ia memberi jawaban. Supian langsung bilang: setuju.

"Saya tak punya kepentingan pribadi. Saya ingin Depok bebas dari sampah. Depok yang asri dan nyaman bagi warga. Karena itu kita butuh kerja sama dengan berbagai pihak," ujar Supian Suri.

Sampah memang PR Pemerintah Kota Depok yang belum mendapatkan penanganan secara serius. 
Persolalan klasik yang acap mengusik.

Saat kampanye Pilkada 2024, Supian-Chandra memasukan persoalan sampah dalam 8 Program Unggulan. Itu menjadi prioritas untuk segera dibenahi. Tapi, ia mengaku butuh kerja sama dengan semua pihak.

Masalah "gunung sampah" di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung, misalnya, acap menjadi perbincangan. Tiap malam jika kita melintasi jalan Bojong Pondok Terong, angin dari TPA Cipayung mengirim bau tak sedap ke hidung. Hingga pagi hari.

Bahkan, tumpukan sampah di sana beberapa kali longsor akibat kelebihan muatan (overload). Tiap hari bisa mencapai 1000 ton sampah.

Bisa dibayangkan kalau setiap warga Depok diasumsikan rata-rata menghasilkan 0,67 liter sampah per hari. Dengan hitungan tersebut, 2 juta warga Depok total menghasilkan 1.500 ton sampah per hari.

Karena itu butuh penanganan serius. Bukan memindahkan masalah dari TPA Cipayung ke Lulut Nambo, Kabupaten Bogor.

Pentingnya Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di area UPTD Pengelolaan Sampah Terpadu di Cipayung dengan kapasitas 300 ton sampah per hari untuk dijadikan bahan bakar atau RDF.

Tentu harus dibantu dengan teknologi pengolahan sampah seperti pembangkit listrik tenaga sampah (PLTS) atau pengolahan sampah menjadi bahan bakar.

Selain itu,  juga pentingnya kesadaran masyarakat untuk memilah sampah organik dan non-organik. Minimal dari keluarga, lingkungan tempat tinggal.

Saya tak ingin membiarkan kopi pagi itu menjadi dingin-- sedingin persoalan sampah yang tak kunjung berakhir. Kami kembali menyerumput kopi sebelum meninggalkan pendopo yang asri itu.

Selamat Tahun Baru 2025. Selamat menyambut perubahan Kota Depok bersama Supian-Chandra. Ini menjadi tahun pertama ujian Supian-Chandra. 
Semoga masalah sampah bisa diatasi. Bukan menghangatkan kopi pagi di sore hari.