Jokowi Bakal Pilih Prabowo-Erick untuk Pilpres 2024, Muhaimin Tersingkir

Jokowi Bakal Pilih Prabowo-Erick untuk Pilpres 2024, Muhaimin Tersingkir
Prabowo Subianto dan Erick Thohir. Foto: Ist

MONDE--Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memilih Prabowo Subianto dan Erick Thohir sebagai pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden (capres/cawapres) untuk pemilihan presiden (pilpres) 2024.

Sekaligus meninggalkan Ganjar Pranowo yang telah berada di bawah kendali Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Sukarnoputri.

“Pertemuan antara Jokowi dengan Prabowo dan Erick di Istana Kepresidenan Bogor, baru-baru ini, sebagai pertanda keputusan Jokowi memilih Prabowo dan Erick sebagai pasangan untuk kontestasi pilpres 2024. Sekaligus meninggalkan Ganjar Pranowo,” kata analis politik dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Selamat Ginting, Jumat (21/7/2023).

Teori Kubus Kekuasaan

Menurut Selamat Ginting, interaksi politik antara ketiga tokoh politik di Istana Bogor itu dapat dibaca berdasarkan teori politik Powercube (kubus kekuasaan). Pertemuan segitiga di Bogor itu berpotensi membahas strategi dan target politik dalam kekuasaan menyangkut siapa, apa dan bagaimana.

“Siapa yang dicalonkan atau dipersiapkan menjadi bakal capres dan cawapres, apa alasan‐alasannya dan bagaimana cara untuk memenangkan pilpres 2024,” ujar Ginting, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas itu.  

Interaksi politik, kata Ginting, dapat dianalisis menggunakan teori Powercube, baik dalam tingkat, ruang, dan bentuk kekuasaan di antara ketiga elite politik tersebut. Kekuasaan politik terbagi ke dalam tiga bagian, yakni kekuasaan yang terlihat, kekuasaan tidak terlihat, dan kekuasaan tersembunyi.  

Ginting mengungkapkan, terbaca secara politik ada kekuasaan yang terlihat (visible of power) dalam pertemuan di istana Bogor sebagai bukan pertemuan biasa. Itulah pertemuan untuk menentukan kebijakan politik menghadapi pilpres 2024.

Ada pun kekuasaan yang tidak terlihat (invisible power), kata Ginting, masyarakat akan dibawa ke alam ketidaksadaran, seolah-olah pertemuan itu hanya membahas masalah pertahanan dan masalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Misalnya, ketiganya menggunakan pakaian tidak resmi dan berpura-pura seolah-olah pertemuan itu sebagai pertemuan biasa antara presiden dengan dua menterinya. Prabowo adalah Menteri Pertahanan dan Erick adalah Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Mengapa hanya tiga orang saja dalam pertemuan itu dan tidak ada menteri lainnya? Itu jelas terlihat bukan sebagai pertemuan presiden dengan dua menterinya, melainkan pertemuan antara patron dan klien memastikan pasangan yang akan diusung Jokowi sebagai pimpinan partai koalisi,” ujar Ginting.

Ekspresi Politik Jokowi

Bagi Ginting, pertemuan di istana Bogor itu sebagai bentuk ekpresi politik Jokowi setelah melalui eksplorasi politik yang cukup lama, terutama antara harus memilih Prabowo Subianto atau Ganjar Pranowo.

“Sehingga ada kekuasaan tersembunyi (hidden power), yakni Jokowi memastikan meninggalkan Ganjar Pranowo dalam pilpres 2024 ini dan akan memiliki implikasi politik terhadap PDIP dengan koalisinya,” ungkap Ginting yang mengenyam pendidikan doktoral ilmu politik, magister komunikasi politik, dan sarjana ilmu politik.

Menurutnya, dengan melihat bagaimana aliansi politik pilihan Jokowi terbentuk, maka dengan sendirinya masing‐masing sisi kubus sebagai dimensi yang saling berhubungan. Sehingga akan segera terbentuk aliansi politik antara Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang dipimpin Prabowo Subianto dengan Partai Amanat Nasional (PAN) yang mengusung Erick Thohir.

“Muhaimin Iskandar sebagai ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan sendirinya akan tersingkir dalam aliansi tersebut. PKB tetap bisa bergabung atau malah keluar dari koalisi tersebut akan sangat tergantung dinamika politik dalam beberapa hari ke depan,” ujar Ginting yang lama menjadi wartawan bidang politik.

Berdasarkan teori politik Powercube, lanjut Ginting, keputusan di istana Bogor itu akan dapat memengaruhi ruang yang tersedia bagi partai politik lainnya, seperti Partai Golongan Karya (Golkar) berpotensi untuk bergabung dalam koalisi istana.

“Golkar saat ini sedang tidak baik-baik saja. Posisi Airlangga Hartarto sebagai ketua umum sedang terancam. Kondisi itu dapat menjadi alat tekan agar Golkar bisa bergabung dalam koalisi istana,” pungkas Ginting.(**/md)