Hanya 2,8 Persen Penyandang Disabilitas Raih Pendidikan Tinggi
faktor yang mempengaruhi pendidikan penyandang disabilitas yakni status sosial ekonomi, stigma penyandang disabilitas, aksesibilitas dan akomodasi layak yang belum tersedia
MONDE--Komite Nasional Disabilitas (KND) menyebut hanya 2,8 persen penyandang disabilitas di Tanah Air yang menempuh pendidikan tinggi.
"Saat ini hanya 2,8 persen penyandang disabilitas yang mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Penyandang disabilitas sulit untuk mendapatkan hak pendidikan karena berbagai alasan," ujar Anggota KND, Jona Aman Damanik, Selasa (22/8/2023).
Berbagai faktor yang mempengaruhi pendidikan penyandang disabilitas yakni status sosial ekonomi, stigma penyandang disabilitas, aksesibilitas, dan akomodasi yang layak yang belum tersedia dalam aspek kehidupan penyandang disabilitas.
"KND diberi amanah untuk melakukan tugas dan fungsinya, yang meliputi pemantauan, evaluasi, dan advokasi pada penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas yang meliputi 22 hak penyandang disabilitas, " jelas dia.
KND diberi tanggung jawab untuk mengharmonisasi dan mengimplementasikan hak-hak penyandang disabilitas. Tetapi saat ini, baru ada 120 daerah yang punya kebijakan terkait disabilitas. Oleh karena itu, perlu dibicarakan payung hukum di daerah yang belum memiliki kebijakan yang pro penyandang disabilitas.
KND juga gencar melakukan program pendekatan dengan berbagai perguruan tinggi untuk perguruan tinggi memiliki program yang mendekatkan antara civitas akademika dengan penyandang disabilitas.
“Kami bersyukur Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (UTA ‘45)Jakarta menyiapkan 14 pengacara untuk membantu teman-teman disabilitas yang berhadapan dengan hukum, karena setiap harinya kami menerima laporan mengenai kekerasan yang dialami oleh penyandang disabilitas maupun kekerasan seksual,” imbuh dia.
Ketua Umum KND, Dante Rigmala, mengatakan negara harus hadir untuk menyamaratakan kesetaraan antara warga negara penyandang disabilitas, termasuk kesetaraan hak-haknya.
“Untuk itu negara hadir melalui KND yang punya tugas pemantauan, evaluasi dan akreditasi atas perlindungan hak disabilitas, baik yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat umum, dalam kaitan ini Komisi Nasional Disabilitas yang merupakan lembaga pemantau,” kata dia.
Saat ini, KND melakukan kerja sama dengan FH UTA ‘45 Jakarta yang diharapkan menjadi perguruan tinggi dapat mendukung penyandang disabilitas untuk meraih kesempatan belajar di jenjang pendidikan tinggi.
Wakil Rektor II UTA’45, Brian Matthew, mengatakan perguruan tinggi memiliki peran dalam menguatkan revitalisasi Pancasila dalm bentuk Inklusi sosial penyandang disabilitas. Perguruan tinggi perlu menyediakan fasilitas yang memadai bagi penyandang disabilitas.
"Selain itu, juga perlu menyediakan sistem pembelajaran yang ramah disabilitas. Disabilitas harus difasilitasi, mereka mampu berkarya, berprestasi dan sama dengan yang lain, " kata Brian.
Dekan Fakultas Hukum UTA’45 Jakarta, Wagiman, pihaknya menyediakan sistem Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) bagi penyandang disabilitas yang melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi tersebut.(*/ant)