Final AFF U-23, Jangan Putus Semangat Ernando!
Bertarung 120 menit, Ernando Ari Sutaryadi, Alfeandra Dewangga, Beckham Putra, dan kawan-kawan, sungguh luar biasa
MONDE - Ernando, kiper nasional asal Persebaya Surabaya, seperti naik _jet coaster_ dalam laga final Piala AFF U23, Sabtu malam waktu Rayong Provincial Stadium, Thailand. Berkali-kali ia melambung tinggi, lalu sekali menukik tajam, dan pertandingan pun usai.
Bertarung 120 menit, Ernando Ari Sutaryadi, Alfeandra Dewangga, Beckham Putra, dan kawan-kawan, sungguh luar biasa. Meski akhirnya Garuda Muda kalah 5-6 dalam adu-penalti melawan musuh bebuyutan Vietnam, dan kegagalan justru di kaki Nando, sapaan akrab kiper kelahiran Semarang, 2/2/2002, sama sekali tidak mengurangi kekaguman saya dengan anak muda yang satu ini.
Malah, rasa hormat saya juga tak berkurang sedikit pun pada anak-anak asuh Shin Tae-Yong. Sebagai wartawan yang sempat meliput sepakbola nasional sejak Desember 1979 di Majalah Olympic, lalu berlanjut ke Kompas, BOLA, Media GO, Sinar Pagi, Berita Buana, dan terakhir di harian GoSports, harapan saya pada Nando, Dewangga, dan kawan-kawan, telah melahirkan harapan baru.
Sungguh, sekali lagi, saya tidak terpengaruh pada hasil Final Piala AFF itu. Tim U23 ini seperti memiliki harapan sangat besar untuk mengisi tim nasional senior yang bukan 'kaleng-kaleng'.
Sejak tim nasional Pra Olimpiade 1976 hingga tim saat ini, sedikitnya saya menilai ada dua tim nasional kita yang pantas berlagai di Asia hingga dunia. Tim PPD 1976 dan PPD 1986. Jauh sebelum itu, ada juga dua tim nasional yang pantas dan mampu ke tingkat dunia. Tim Olimpiade Merlbourne 1956 dan tim nas 1960-64.
Nama-nama besar: Ramang, Liong Ho, Djamiat, Saelan, Maladi, dan kawan-kawan. Lalu, Sutjipto Suntoro, Yakob Sihasale, Judo Hadianto, Abdul Kadir, Waskito dll. Kemudian, Iswadi, Junaedi Abdillah, Ronny Pasla, Sutan Harhara, dll. Terakhir, Herry Kiswanto, Bambang Nurdiansyah, Rully Neere, Mundari Karya, Joko Malis, dkk. Skill, kepercataan diri, sungguh luar biasa. Tapi, jangan tanya mengapa kita tidak bisa tampil di jenjang itu.
Tetap Semangat
Keyakinan saya dan juga banyak pemerhati sepakbola nasional, sependapat bahwa anak-anak asuhan STY yang tergabung dalam Pasukan U23 ini, sangat menjanjikan. Benar mereka tidak berhasil mengawinkan Emas Seag dengan Juara AFF, itu bukan persoalan.
Penampipan mereka sejak semifinal hingga final, begitu luar biasa. Tim nas Vietnam juga sangat luar biasa, maka kemenangan tidak lebih dari keberuntungan. Itu sebabnya saya yakin jika PSSI terus memberi kepercayaan pada Dewangga dan kawan-kawan, dua atau tiga tahun ke depan, kita bisa memperoleh tim nasional yang tangguh lagi, seperti empat tim di atas.
Sekedar masukan, selain mereka yang berlaga di AFF, masih ada beberapa pemain muda yang bagus dan sesungguhnya sudah pula berada di skuad itu. Hanya karena AFF bukan bagian dari FIFA, maka ada beverapa klub yang menolak mengirimkan pemainnya.
Untuk itu, PSSI hendaknya memberlakukan hal yang setara, apakah pemain itu main di liga lokal maupun yang sedang main di luar negeri. Jika perlakuannya berbeda, maka dapat dipastikan ketidakadilan itu ada hukuman lain yang jauh lebih berat ketimbang hukum di dunia.
Nando Best Player
Sekali lagi, lepas dari kegagalan itu, apresiasi saya sangat tinggi kepada seluruh pemain U23, wabil-khusus Nando. Dari 120 menit pertarungan, sedikitnya tujuh peluang lawan, termasuk penalti, digagalkan oleh anak muda dengan wajah yang tampan dengan tinggi badan 178 cm.
Kalau saja STY tidak menurunkan Nando sebagai palang-pintu terakhir, bukan tidak mungkin gawang kita sudah kebobolan dalam laga 90 menit normal. Bahkan, saat adu penalti, dari enam tembakan Vietnam, lima di antaranya mampu ia baca arah bola.
Dengan begitu, maka STY atau pelatih siapapun kelak yang akan menanganinya, perlu terus meningkatkan kemampuan Nando. Selain Nando, PSSI pun harus segera mencari kiper kedua dan ketiga yang kemampuannya tidak boleh berbeda jauh.
Sejak 1979, saya mengamati, di situlah titik lemah PSSI. Gap (perbedaan) antara pemain starting eleven dengan pengganti, terjadi gap yang terkadang tidak kecil. Hal ini menurut saya ada dua persoalan fubdamental: Pertama, banyak pelatih yang kurang cermat mencari pemain pelapis. Kedua, ada unsur 'kemalasan' pelatih mencoba pemain pelatih.
Maka, ketika STY selalu menggonta-ganti pemain, saya sepertinya paham maksudnya. STY sering dikritisi karena dianggap tidak pernah ajeg (tetap) memilih sebelas pemain awal.
Untuk mengakhiri tulisan ini, saya ingin berpesan pada anak-anak U23: Jangan patah semangat, kalian hebat, AFF bukanlah puncak prestasi kalian. Ada Puala Asia dan ada Piala Dunia, ada Asian Games dan Olimpiade.
Terus berusaha, dan segera lupakan AFF...
M. Nigara, Wartawan Sepakbola senior