Aparat Myanmar Makin Beringas, Warga Melayat Ditembaki
Sepanjang akhir pekan lalu tercatat ada 114 penduduk yang meninggal akibat aksi represif aparat keamanan Myanmar.
MONDE--Aparat keamanan Myanmar dilaporkan menembaki massa yang melayat persemayaman jenazah seorang pedemo yang tewas di Bago, dekat Yangon, pada Minggu (28/3/2021).
Dilansir Reuters, Senin (29/3), menurut keterangan tiga saksi peristiwa itu terjadi saat sejumlah orang menghadiri persemayaman jenazah seorang mahasiswa, Thae Maung Maung (20), yang menjadi korban meninggal dalam unjuk rasa.
"Saat kami sedang menyanyikan mars revolusi untuk mendiang, aparat keamanan tiba-tiba datang dan menembaki kami. Saya dan para tamu langsung kabur," kata seorang perempuan bernama Aye yang hadir di dalam kegiatan itu.
Sampai saat ini tidak diketahui apakah ada korban luka atau meninggal dalam kejadian itu.
Sepanjang akhir pekan lalu tercatat ada 114 penduduk yang meninggal akibat aksi represif aparat keamanan Myanmar menghadapi unjuk rasa di 44 kota kecil dan besar. Di antara yang meninggal termasuk anak-anak hingga remaja.
Sampai saat ini jumlah korban jiwa dalam unjuk rasa itu merupakan yang terbesar dalam satu hari.
Bentuk-bentuk kekejaman militer Myanmar terhadap para pedemo juga diungkap oleh sejumlah saksi. Seorang saksi menyatakan aparat Myanmar tega menembak mati dan membakar jasad seorang pedemo berusia sekitar 40 tahun di Kota Mandalay.
Penduduk setempat tidak mampu menyelamatkan jasad sang pedemo karena terus dihujani tembakan oleh aparat.
Kabar lebih dari seratus penduduk Myanmar meninggal dalam unjuk rasa sampai ke telinga Presiden Amerika Serikat, Joe Biden. Dia langsung menanggapi hal itu.
"Ini sangat menyedihkan, sangat kejam. Dari laporan yang saya terima, ada banyak penduduk sipil yang dibunuh," kata Biden.
Kepala Bidang Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mendesak para jenderal militer Myanmar segera menghentikan kekerasan terhadap penduduk.
"Kami akan terus melanjutkan kebijakan Uni Eropa, termasuk sanksi, yang ditujukan kepada pelaku kekerasan dan dan pihak yang bertanggung jawab atas kemunduran demokrasi dan perdamaian di Myanmar," kata Borrell.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas, turut mengecam kekerasan militer Myanmar terhadap penduduk sipil.
"Kami tidak memberikan toleransi terhadap sikap militer yang brutal kepada penduduk Myanmar," kata Maas melalui Twitter.
Penasihat Khusus PBB untuk Pencegahan Genosida, Alice Wairimu Nderitu, dan Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet, menyebut militer Myanmar sebagai pengecut karena membunuh penduduk sipil yang menggelar unjuk rasa damai.(cnn)